Hak Ibu Lebih Besar Dari Pada Hak Ayah

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Di dalam surat Al-Ahqaf ayat 15 Allah Subhanahu wa Ta’alaa berfirman :

“Artinya : Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a, “Ya Rabb-ku, tunjukkilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shalih yang Engkau ridlai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.

Ukuran terendah mengandung sampai melahirkan adalah 6 bulan (pada umumnya adalah 9 bulan 10 hari) di tambah 2 tahun menyusui anak jadi 30 bulan, sehingga tidak bertentangan dengan surat Lukman ayat 14. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir]

Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar dari pada kepada bapak.

Dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.

“Artinya : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Datang seseorang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali ?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi ?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ibumu!’ Ia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ibumu!’, Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi, ‘Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Bapakmu’ “[Hadits Riwayat Bukhari (Al-Fath 10/401) No. 5971, Muslim 2548] Lainnya

Seandainya Orang Tua Menyuruh Untuk Bercerai

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Apabila kedua orang tua menyuruh anak untuk menceraikan istrinya, apakah harus ditaati atau tidak ?

Dibawah ini dibawakan beberapa hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, diantaranya yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dan Abu Dawud.

“Artinya : Dari sahabat Abdullah bin Umar berkata : “Aku mempunyai seorang istri serta mencintainya dan Umar tidak suka kepada istriku. Kata Umar kepadaku, ‘Ceraikanlah istrimu’, lalu aku tidak mau, maka Umar datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakannya, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, ‘Ceraikan istrimu'” [Hadits Riwayat Abu Dawud 5138, Tirmidzi 1189, dan Ibnu Majah 2088]

Hadits kedua diriwayatkan oleh Abu Darda.

“Artinya : Dari Abu Darda Radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang datang kepadanya berkata, “Sesunggguhnya aku mempunyai seorang istri dan ibuku menyuruh untuk menceraikannya. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Orang tua itu adalah sebaik-baik pintu surga, seandainya kamu mau maka jagalah pintu itu jangan engkau sia-siakan maka engkau jaga” [Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan hadits ini Hasan Shahih].

Hadist ini dijadikan dalil oleh sebagian ulama bahwa seandainya orang tua kita menyuruh untuk menceraikan istri kita, wajib ditaati. [Nailul Authar 7/4] Lainnya

Orang Tua Melakukan Perbuatan Yang Bertolak Belakang Dengan Syari’at

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya :
Orang tua saya melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan syari’at dan adab-adabnya. Apa yang harus di lakukan terhadap ayah dalam kondisi seperti ini.?

Jawaban.
Waalaikumssalam warahmatullahi wabarakatuhu
Kami do’akan semoga Allah memberikan petunjuk kepada ayah anda dan menganugrahinya taubat. Kami sarankan agar anda bersikap lembut terhadapnya dan menasehatinya dengan cara yang sopan serta tidak putus asa akan kemungkinan mendapat hidayah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya ; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKu-lah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu”. [Luqman : 14-15] Lainnya

ORANG TUA MELARANG PERNIKAHAN SATU SUKU

Pertanyaan.
Syaikh Husain Al-Awayisyah ditanya :
Saya pemuda berumur 29 tahun. Menimbang umur yang sudah layak untuk berumah tangga, saya ingin berumah tangga dengan seorang gadis yang berasal dari satu suku. Orang tua kami tidak setuju karena adat dalam suku kami melarang pernikahan lelaki dan perempuan yang berasal dari satu suku. Kami sudah banyak menempuh cara dan menyampaikan hujjah berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Namun tetap mengalami jalan buntu. Apakah yang harus kami lakukan?

Jawaban
Berbicara tentang budaya yang dimaksud, itu merupakan budaya yang tidak baik. Hendaknya orang-orang bertakwa kepada Allah dan merubah barometer (dasar penilaian dan standar ini). Pastinya, barometer mereka harus hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Jika telah datang kepada kalian orang yang kalian ridha kepada agamanya, maka nikahkanlah”

Hanya saja, mungkin telah mengakar pada diri mereka perkara-perkara yang tidak dibenarkan oleh syari’at ini. Akan tetapi, kami mengatakan, jika orang tua memang melarang si anak (untuk menikah dengan gadis yang disebutkan), maka kewajiban anak ini agar menempuh segala upaya sampai melegakan perasaan orang tua, memohon kemudahan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui do’a, menyampaikan hujjah-hujjah dan hal-hal lain yang membuat hati kedua orang tuanya terbuka. Lainnya

Ingin Menikahi Janda Akan Tetapi Ibu Melarang, Apa Yang Harus Saya Lakukan ?

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya :
Saya ingin menikahi seorang janda ayah sayapun sudah setuju, demikian juga dengan wanita tersebut dan keluarganya, semua setuju atas pernikahan saya itu. Hanya ibu saya yang tidak setuju dan tidak menyukainya. Apakah saya boleh menikahi wanita itu tanpa mempedulikan kerelaan ibu saya, atau tidak boleh ? Apakah saya terhitung bebuat durhaka terhadap ibu saya bila saya tetap menikahi wanita itu? Tolong beri penjelasan kepada saya, semoga Allah memberikan pahala kepada Anda.

Jawaban

Hak seorang ibu sangat besar. Berbakti kepadanya termasuk kewajiban terpenting. Yang saya nasihatkan kepada anda adalah agar tidak usah menikahi wanita tersebut yang tidak diridhai oleh ibu anda. Karena seorang ibu adalah orang yang harus paling didengar nasihatnya. Kemungkinan ibu anda mengetahui akhlak wanita tersebut yang akan membahayakan diri anda. Sementara wanita selain dia masih banyak lagi.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya”. [Ath-Thalaaq : 2-3]

Tidak diragukan lagi bahwa berbakti kepada ibu termasuk perbuatan takwa, kecuali kalau si ibu bukan termasuk orang yang taat beragama, sementara wanita yang akan dilamar justru yang konsekuen terhadap ajaran agama dan bertakwa. Kalau memang yang terjadi adalah realitas kedua yang kami sebutkan, maka anda tidak wajib taat kepada ibu anda, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam kebajikan”

Semoga Allah memberikan taufiq kepada semua pihak untuk mendapatkan keridhaanNya, dan mempermudah diri kita mendapatkan hal yang membawa kemaslahatan dan keselamatan dalam agama dan dunia kita.
Lainnya

Apakah Berbakti Kepada Kedua Orang Tua Mencakup Segala Hal ?

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya :
Sebagian orang, beranggapan bahwa berbakti kepada kedua orang tua adalah dalam segala hal. Kami mohon perkenan Syaikh untuk menjelaskan batasan-batasan berbakti kepada kedua orang tua.

Jawaban
Berbakti kepada kedua orang tua adalah berbuat baik kepada keduanya dengan harta, bantuan fisik, kedudukan dan sebagainya, termasuk juga dengan perkataan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan tentang bakti ini dalam firmanNya.

“Artinya : Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kemu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. [Al-Isra : 23]

Demikian ini terhadap orang tua yang sudah lanjut usia. Biasanya orang yang sudah lanjut usia perilakunya tidak normal, namun demikian Allah menyebutkan.

“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, “ Lainnya

HUKUM MENTAATI KEDUA ORANG TUA DENGAN BERMAKSIAT TERHADAP ALLAH

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya :
Saya seorang muslimah, alhamdulillah saya melakukan setiap yang diridhai Allah dan konsisten menganakan hijab syar’i. Tapi ibu saya -semoga Allah memaafkannya- tidak menghendaki saya mengenakan hijab dan menyuruh saya nonton di bioskop dan video dst, ia mengatakan, “Jika kamu tidak bersenang-senang, kamu akan segera tua dan beruban”.

Jawaban
Hendaknya anda tetap bersikap lembut terhadap ibu anda, berbuat baik kepadanya dan berbicara dengan yang lebih baik, karena hak seorang ibu sangat agung, namun demikian anda tidak boleh mematuhinya pada selain yang ma’ruf, hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Sesungguhnya ketaatan itu pada yang ma’ruf”.[1]

Dan sabdanya.

“Artinya : Tidak boleh mentaati mekhluk dengan bemaksiat terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala”.[2]

Begitu pula sikap terhadap ayah, suami dan sebagainya, tidak boleh mematuhi mereka dengan melakukan kemaksiatan terhadap Allah, demikian berdasarkan hadits-hadits tadi.

Kendati demikian, seorang isteri, atau anak, tetap menempuh cara yang baik untuk mengatasi problema-problema tersebut, yaitu dengan menjelaskan dalil-dalil syariatnya, keharusan mentaati Allah dan RasulNya, waspada terhadap perbuatan maksiat kepada Allah dan RasulNya, sambil terus konsisten melaksanakan kebenaran, tidak mematuhi perintah yang menyelisihi kebenaran, baik perintah itu dari suami, ayah, ibu ataupun lainnya.

Tidak ada salahnya menyaksikan acara televisi atau video yang tidak mengandung kemungkaran, mendengarkan seminar-seminar ilmiah dan kajian-kajian yang bermanfaat, dengan tetap waspada sehingga tidak menyaksikan acara-acara yang menampilkan kemungkaran, juga tidak boleh menonton di bioskop serta kebatilan-kebatilan lainnya.

[Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Juz 5, hal. 358, Syaikh Ibnu Baz]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Ahkam 7145, Muslim dalam Al-Imarah 1840
[2]. Hadits Riwayat Ahmad 1098 dari hadits Ali dengan riwayat yang seperti itu, 20130 dari hadits Imron 20131 dari hadits Al-Hakim bin Amr. Al-Haitsami dalam Al-Majma 5/226 mengatakan, “Ahmad meriwayatkan dengan beberapa lafazh, Ath-Thabari meriwayatkan secara ringkas, di antaranya ; ‘Tidak boleh ada ketaatan terhadap makhluk dengan melakukan kemaksiatan terhadap Khaliq”. Para perawi jalur Imam Ahmad adalah orang-orang yang tergolong shahih.

MENENTANG IBUNYA KARENA DIPERINTAHKAN UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN YANG MELANGGAR ALLAH DAN RASULNYA

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Baz ditanya :
Apa hukumnya, bila seorang anak perempuan tidak mentaati ibunya karena ibunya itu memintanya untuk bermaksiat kepada Allah, seperti menyuruhnya untuk tabbaruj dan bepergian, dan menganggap hijab itu adalah khurafat belaka, tidak ada kebenarannya di dalam agama, dan menyuruhnya untuk pergi ke pesta, dan mamakai pakaian yang diharamkan oleh Allah atas seorang perempaun dan memarahi anaknya bila mengenakan hijab ?

Jawaban
Tidak boleh taat kepada makhluk, baik itu ayah, ibu maupun yang lainnya, di dalam maksiat kepada Allah.

Rasulullah bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya ketaatan itu hanya di dalam perbuatan yang baik”

Dan beliau bersabda pula.

“Artinya : Tidak ada ketaatan kepada makhluk di dalam maksiat kepada khalik”.

Apa-apa yang diperintahkan oleh ibu penanya di atas adalah perbuatan-perbuatan maksiat, maka jelas tidak boleh mentaatinya, dan semoga si penanya dan ibunya diberikan hidayah dan dilindungi dari godaan setan

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerbit Darul Haq]

Kisah-Kisah Teladan Kepada Orang Tua

Sahabat Abu Hurairah sempat gelisah karena ibunya masih dalam jeratan kekufuran. Dalam shahih Muslim disebutkan, dari Abu Hurairah, ia bercerita.

Aku mendakwahi ibuku agar masuk Islam. Suatu hari aku mengajaknya untuk masuk Islam, tetapi dia malah mengeluarkan pernyataan tentang Nabi yang aku benci. Aku (pun) menemui Rasulullah dalam keadaan menangis. Aku mengadu.

“Wahai Rasulullah, aku telah membujuk ibuku untuk masuk Islam, namun dia menolakku. Hari ini, dia berkomentar tentang dirimu yang aku benci. Mohonlah kepada Allah supaya memberi hidayah ibu Abu Hurairah”. Rasulullah bersabda : “Ya, Allah. Tunjukilah ibu Abu Hurairah”. Aku keluar dengan hati riang karena do’a Nabi. Ketika aku pulang dan mendekati pintu, maka ternyata pintu terbuka. Ibuku mendengar kakiku dan berkata : “Tetap di situ Abu Hurairah”. Aku mendengar kucuran air. Ibu-ku sedang mandi dan kemudian mengenakan pakaiannya serta menutup wajahnya, dan kemudian membuka pintu. Dan ia berkata : “Wahai, Abu Hurairah ! Asyhadu an Laa Ilaaha Illa Allah wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu”. Aku kembali ke tempat Rasulullah dengan menangis gembira. Aku berkata, “Wahai, Rasulullah, Bergembiralah. Allah telah mengabulkan do’amu dan menunjuki ibuku”. Maka beliau memuji Allah dan menyanjungNya serta berkomentar baik” [Hadits Riwayat Muslim]

Ibnu Umar pernah melihat lelaki menggendong ibunya dalam thawaf. Ia bertanya : “Apakah ini sudah melunasi jasanya (padaku) wahai Ibnu Umar?” Beliau menjawab : “Tidak, meski hanya satu jeritan kesakitan (saat persalinan)”. Lainnya

Surat Dari Ibu Yang Terkoyak Hatinya

Anaku….
Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan deras menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu, seperti saat engkau meremukkan kalbuku sebelumnya.

Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh aktivitas aku jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat didepan mataku saat aku melahirkanmu. Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami.

Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku hanya ingin melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.

Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.

Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat anakku.

Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu semakin susah melakukan gerakan. Lainnya

Previous Older Entries